Rabu, 19 Oktober 2011

Cukup Gunakan Cuka Makan dan Es Batu Deteksi Dini Kanker Serviks

 dr Mohammad Baharuddin SpOG MARS

DETEKSI DINI: Dr Bahar SpOG (kanan) dan Kepala Dinas Kesehatan Kukar dr Emmy Dasimah berbincang mengenai tindak lanjut penerapan program IVA. (EKA FATIMAH/KP)
Kanker leher ramin atau serviks merupakan satu dari sekian momok bagi kaum Hawa. Penyakit ini memang sukar dideteksi saat masih stadium dini. Salah satu faktor utamanya adalah pertumbuhan virus yang lamban, namun pasti. Oleh karena itu penderita diketahui saat mereka berada di stadium lanjut.
EKA FATIMAH, Tenggarong
KANKER serviks terjadi disebabkan masuknya Human papilloma virus (HPV) ke wilayah sekitar mulut rahim. Dengan masa perubahan dari HPV menjadi kanker memakan waktu 10-20 tahun lamanya, dan selama kurun waktu tersebut tidak ada gejala yang timbul, maka jumlah kematian akibat kanker serviks ini pun terus bertambah besar dari tahun ke tahun.
Guna mengantisipasi akibat kanker ini secara dini, Kementerian Kesehatan RI terus mengupayakan adanya penanggulangan secara mudah, aman, dan murah.
“Jika terdeteksi saat stadium lanjut, memang tidak bisa dipungkiri jika untuk proses pengobatan memerlukan biaya yang cukup besar,” ujar dr Mohammad Baharuddin SpOG MARS dari Sub Direktorat Pengendalian Kanker Kemenkes RI.
Dengan dihadapkan masalah biaya tersebut, tak jarang para penderita kanker serviks justru berputus asa dan akhirnya tak dapat ditolong.
“Untuk itu kita terus mengupayakan adanya terobosan baru agar bisa mendeteksi adanya HPV penyebab kanker ini sedini mungkin, sebelum dia berkembang menjadi  ganas,” terangnya.
Cara yang kini sedang gencar dipromosikannya bersama Kemenkes RI adalah pendeteksi HPV dengan cara IVA, yaitu, Inspeksi Visual dengan Asam asetat.
“Selain dapat mendeteksi dengan akurat, IVA juga mudah dilakukan,” papar direktur Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan Jakarta ini.
Proses kerjanya, kata dia, adalah dengan melarutkan asam asetat atau yang lazimnya disebut cuka makan dengan air minum hingga kadar keasaman 3-5 persen.
Setelah itu, celupkan kapas yang sebelumnya dililit pada sebatang lidi berukuran sedang ke dalam larutan tersebut. Kapas yang telah dibasahi dengan larutan cuka kemudian dioleskan pada sekitar daerah mulut rahim.
“Beberapa menit setelah pengolesan, dilakukan penyinaran mulut rahim menggunakan senter. Jika terlihat ada gumpalan putih dari yang terpantul dari sinar senter tersebut, dapat dipastikan jika di situ ada HPV bermukim,” jelasnya.
Semakin banyak dan besar gumpalan putih yang terlihat, berarti jumlah HPV-nya pun semakin banyak. Namun karena masih berbentuk virus dan ia sedikit lumpuh terhadap zat asam yang mengenainya, HPV ini dapat dengan mudah untuk segera dimatikan.
“Jika sudah terlihat, tahap selanjutnya tinggal memasukkan sedikit es batu untuk ditempel tepat pada gumpalan putih tersebut,” terangnya.
Suhu dingin es batu tersebut, kata Bahar, dapat mengalahkan daya tahan HPV, sehingga ia dapat keluar dengan sendirinya.
Selain peralatan yang diperlukan tergolong murah dan mudah didapat, penggunaan asam cuka dan es batu juga terbilang aman. Karena tidak ada zat kimia berbahaya dalam kedua jenis benda tersebut.
“Namun kebersihan peralatan dan tempat juga jangan lupa diperhitungkan,” ucapnya.
Dengan pendeteksian yang sangat mudah ini, ia berharap semakin banyak perempuan yang dapat tertolong sebelum HPV semakin mengganas dan membunuh penderitanya. Terlebih, kanker serviks berisiko pada semua perempuan yang pernah melakukan hubungan badan tanpa pandang bulu.
“Meskipun baru sekali melakukan hubungan badan, sangat mungkin sekali seorang perempuan dihinggapi HPV, apalagi bagi yang melakukan seks bebas, kemungkinannya jauh lebih tinggi lagi,” bebernya.
Selain itu, pola hidup yang cenderung tidak sehat seperti diet rendah serat, mengonsumsi makanan cepat saji, serta minum-minuman bersoda terlalu sering juga dapat memberikan kesuburan bagi virus-virus pemicu kanker.
“Kalau sudah parah, penyesalan seperti apapun tidak akan ada efeknya,” tegas Bahar.
Untuk itu, ia berharap pemerintah kota atau kabupaten yang ada untuk dapat segera memberikan pengarahan mengenai sosialisasi program IVA ini melalui Dinas Kesehatan dan Puskesmas setempat.
“Daripada membeli alat-alat mahal yang bisa mendeteksi adanya kanker saat sudah pada stadium-stadium yang terbilang tinggi, lebih bijak jika mengembangkan program deteksi dini ini hingga keseluruh lapisan masyarakat,” paparnya.
Namun Bahar juga menambahkan, jika memberikan edukasi perilaku seks yang benar adalah lebih utama.
“IVA memang mudah, murah, dan aman. Tapi berperilaku hidup sehat dan tidak sembarangan melakukan hubungan intim jauh lebih mudah, murah, dan juga aman,” pungkasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MEDIA INFORMASI